Berita yang baru kami dapatkan adalah bahwa Kementrian Keuangan memastikan anggaran untuk penggajian PPPK tahun 2019 berasal dari APBD, melalui Dana Alokasi Umum (DAU). Dengan demikian pengangkatan PPPK 2019 walaupun pemerintah membuka peluang dengan terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 49 tahun 2018 tentnag pengangkatan honorer menjadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) namun pengangkatn honorer di beberapa provinsi atau kabupaten/kota menghadapi kendala karena terbatasnya anggaran.
Kepastian penggajian PPPK angakatan tahun 2019 berasal dari ABPD dapat dilihat dari surat pernyataan tanggung jawab mutlak yang harus diserahkan dalam rapat Koordinasi Rencana Pengadaan PPPK tahap 1 tahun 2019 yang rencananya akan dilaksanakan tanggal 23 Januari 2019 yang dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
Dalam rapat koordinasi tersebut pihak-pihak yang diundanga aadalah para kepala Daerah mulai dari Gubernur, Bupati/Wali Kota, yang mana dimaksudkan untuk mengkoordinasikan sistem penggajian tenaga PPPK.
Jika kita melihat kondisi tersebut tentunya ada konsekuensi yang haris diterima bagi daerah yang lebih banyak mengandalkan DAU (terutama daerah yang PAD sangat kecil) tidak dapat dipungkiri lagi jika sangat sulit mengangkat PPPK dalam jumlah yang cukup banyak. Jika Pemda memaksakan untuk mengangkat tenaga PPPK yang banyak seperti yang tertulis pada PP Nomor 49 Tahun 2018 tersebut dan membuka peluang pengangkatan honor, maka yang terjadi akan menambah beban APBD khususnya dari pos belanja pegawai. Disisi lain ada beberapa daerah yang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi dan Kabupaten/Kota Tahun 2019 sudah disahkan.
Download Modul PPPK dan Soal Prediksi PPPK
Dikutip dari Direktur Jendral Anggaran Kemkeu Askolani mengatakan Kementrian Keuangan (Kemkeu) memastikan peraturan baru ini tidak akan berdampak pada pengeluaran dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) kedepan. Tenaga honorer umumnya didominasi pegawai daerah. Jadi penggajian pegawai daerah (setelah menjadi PPPK) pun nantinya akan masuk kedalam anggaran APBD.
Lebih lanjut Askolani mengatakan beban APBD akibat adanya aturan baru ini seharusnya tidak begitu berat. Sebab selama ini di beberapa daerah sebagian dari penggajian pegawai honorer daerah sudah masuk dalam tanggungan APBD.
Namun jika hal ini benar-benar terjadi ditakutkan banyak daerah yang anggaran belanjanja pegawainya devisit dan akhirnya pembayaran tenaga PPPK terabaikan. Dan yang harus dipertimbangkan oleh Kemkeu bahwa terdapat ribuan tenaga honorer khususnya guru yang selama ini belum mendapat kan honor dari pemerintah daerah. Kita berharap Pemerintah pusat harus memastikan apakah pemerintah daerah sanggup membayarkan gaji para guru honorer ini nantinya. Jangan nanti pemerintah pusat mengangkat lalu beban anggaran diserahkan begitu saja ke daerah yang justru merugikan tenaga PPPK itu sendiri.